BAB
XI : PENGARUH KELAS SOSIAL DAN STATUS
1.
Jenjang
Sosial
Jenjang
sosial merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat di
kota maupun di desa. Hal ini di karenakan setiap manusia memiliki keinginan
untuk dihargai maupun di hormati lebih dari manusia manapun, sehingga akan
terbentuk jenjang sosial yang akan mengakibatkan adanya pembedaan sosial di
dalam masyarakat.
Jenjang
sosial selalu menjadi masalah sebuah negara, baik negara maju maupun bagi
negara yang sedang berkembang. Masalah jenjang sosial sampai saat ini belum
mendapatkan jalan keluar, mengingat masih banyak pengangguran dan juga
penghasilan masyarakat yang belum mampu menutupi kebutuhannya sehari-hari. Karena
itu, pemerintah mengharapkan adanya kerjasama dengan berbagai kegiatan sosial,
agar jenjang sosial ini dapat diminimalisir.
2.
Pengertian
Jenjang Sosial
Jenjang
sosial adalah kondisi dimana seseorang berada pada posisi yang mencerminkan
status sosialnya di masyarakat yang memiliki tingkatan-tingkatan berdasarkan
kelas sosial di masyarakat yang sedang di raihnya. Sehingga jenjang sosial akan
senantiasa berubah seiring dengan pencapaian dan keberhasilan seseorang dalam
merubah kelas sosialnya. Contoh: Seorang anak yang kurang mampu dari desa
setelah lulus sekolah kemudian ia bekerja di jakarta, di jakarta ia sukses
sehingga ia telah meningkatkan kelas sosialnya setelah kembali kekampung
halamannya.
3.
Faktor
Penentu Kelas Sosial
Kelas sosial
atau golongan sosial merujuk kepada perbedaan hierarkis (atau stratifikasi)
antara insan atau kelompok manusia dalam masyarakat atau budaya. Biasanya
kebanyakan masyarakat memiliki golongan sosial, namun tidak semua masyarakat
memiliki jenis-jenis kategori kedalam golongan sosial yang sama.
Berdasarkan
karakteristik stratifikasi sosial, dapat kita temukan beberapa pembagian kelas
atau golongan dalam masyarakat. Beberapa masyarakat tradisional
pemburu-pengumpul, tidak memiliki golongan sosial dan seringkali tidak memiliki
pemimpin tetap pula. Oleh karena itu masyarakat seperti ini menghindari
stratifikasi sosial. Dalam masyarakat seperti ini, semua orang biasanya
mengerjakan aktivitas yang sama dan tidak ada pembagian pekerjaan.
Beberapa
indikator lain yang berpengaruh terhadap pembentukan kelas sosial, yaitu:
1)
Kekayaan
Untuk
memahami peran uang dalam menentukan strata sosial/kelas sosial, kita harus
menyadari bahwa pada dasamya kelas sosial merupakan suatu cara hidup. Artinya
bahwa pada kelas-kelas sosial tertentu, memiliki cara hidup atau pola hidup
tertentu pula, dan untuk menopang cara hidup tersebut diperlukan biaya dalam
hal ini uang memiliki peran untuk menopang cara hidup kelas sosial tertentu.
Sebagai
contoh: dalam kelas sosial atas tentunya diperlukan banyak sekali uang untuk
dapat hidup menurut tata cara kelas sosial tersebut. Namun demikian, jumlah
uang sebanyak apa pun tidak menjamin segera mendapatkan status kelas sosial
atas. "Orang Kaya Baru" (OKB) mungkin mempunyai banyak uang, tetapi
mereka tidak otomatis memiliki atau mencerminkan cara hidup orang kelas sosial
atas. OKB yang tidak dilahirkan dan disosiaiisasikan dalam sub-kultur kelas
sosial atas, maka dapat dipastikan bahwa sekali-sekali ia akan melakukan
kekeliruan, dan kekeliruan itu akan menyingkap sikap kemampuannya yang asli.
Untuk memasuki suatu status baru, maka dituntut untuk memiliki sikap, perasaan,
dan reaksi yang merupakan kebiasaan orang status yang akan dituju, dan hal ini
diperlukan waktu yang tidak singkat.
Uang juga
memiliki makna halus lainnya. Penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan
profesional lebih memiliki prestise daripada penghasilan yang berujud upah dari
pekerjaan kasar. Uang yang diperoleh dari pekerjaan halal lebih memiliki
prestise daripada uang hasil perjudian atau korupsi. Dengan demikian, sumber
dan jenis penghasilan seseorang memberi gambaran tentang latar belakang
keluarga dan kemungkinan cara hidupnya.
Jadi, uang
memang merupakan determinan kelas sosial yang penting; hal tersebut sebagian
disebabkan oleh perannya dalam memberikan gambaran tentang latar belakang
keluarga dan cara hidup seseorang.
2)
Pekerjaan
Dengan
semakin beragamnya pekerjaan yang terspesialisasi kedalam jenis-jenis pekerjaan
tertentu, kita secara sadar atau tidak bahwa beberapa jenis pekerjaan tertentu
lebih terhormat daripada jenis pekerjaan lainnya. Hal ini dapat kita lihat pada
masyarakat Cina klasik, dimana mereka lebih menghormati ilmuwan dan memandang
rendah serdadu; Sedangkan orang-orang Nazi Jerman bersikap sebaliknya.
Mengapa
suatu jenis pekerjaan harus memiliki prestise yang lebih tinggi daripada jenis
pekerjaan lainnya. Hal ini merupakan masalah yang sudah lama menarik perhatian
para ahli ilmu sosial. Jenis-jenis pekerjaan yang berprestise tinggi pada
umumnya memberi penghasilan yang lebih tinggi; meskipun demikian terdapat
banyak pengecualian (?). Jenis-jenis pekerjaan yang berprestise tinggi pada
umumnya memerlukan pendidikan tinggi, meskipun korelasinya masih jauh dari
sempuma. Demikian halnya pentingnya peran suatu jenis pekerjaan bukanlah
kriteria yang memuaskan sebagai faktor determinan strata sosial, Karena
bagaimana mungkin kita bisa mengatakan bahwa pekerjaan seorang petani atau
polisi kurang berharga bagi masyarakat daripada pekerjaan seorang penasihat
hukum atau ahli ekonomi ? Sebenarnya, pemungut sampah yang jenjang prestisenya
rendah itulah yang mungkin merupakan pekerja yang memiliki peran penting dari
semua pekerja dalam peradaban kota! Pekerjaan merupakan aspek strata sosial
yang penting, karena begitu banyak segi kehidupan lainnya yang berkaitan dengan
pekerjaan. Apabila kita mengetahui jenis pekerjaan seseorang, maka kita bisa
menduga tinggi rendahnya pendidikan, standar hidup, pertemanannya, jam kerja,
dan kebiasaan sehari-hari keluarga orang tersebut. Kita bahkan bisa menduga
selera bacaan, selera rekreasi, standar moral, dan bahkan orientasi
keagamaannya. Dengan kata lain, setiap jenis pekerjaan merupakan bagian dari
cara hidup yang sangat berbeda dengan jenis pekerjaan lainnya.
Keseluruhan
cara hidup seseoranglah yang pada akhimya menentukan pada strata sosial mana
orang itu digolongkan. Pekerjaan merupakan salah satu indikator terbaik untuk
mengetahui cara hidup seseorang. Oleh karena itu, pekerjaan-pun merupakan
indikator terbaik untuk mengetahui strata sosial seseorang.
3)
Pendidikan
Kelas sosial
dan pendidikan saling mempengaruhi sekurang-kurangnya dalam dua hal. Pertama,
pendidikan yang tinggi memerlukan uang dan motivasi. Kedua, jenis dan tinggi
rendahnya pendidikan mempengaruhi jenjang kelas sosia. Pendidikan tidak hanya
sekedar memberikan ketrampilan kerja, tetapi juga melahirkan perubahan mental,
selera, minat, tujuan, etiket, cara berbicara - perubahan dalam keseluruhan
cara hidup seseorang.
Dalam
beberapa hal, pendidikan malah lebih penting daripada pekerjaan. De Fronzo
(1973) menemukan bahwa dalam segi sikap pribadi dan perilaku sosial para
pekerja kasar sangat berbeda dengan para karyawan kantor. Namun demikian,
perbedaan itu sebagian besar tidak tampak bilamana tingkat pendidikan mereka
sebanding.
4.
Pengukuran
Kelas Sosial
Pendekatan
yang sistematis untuk mengukur kelas sosial tercakup dalam berbagai kategori
yang luas, meliputi ukuran subyektif, ukuran reputasi, ukuran obyektif dari
kelas sosial.
1)
Ukuran Subyektif
Untuk
mengukur kelas sosial dengan pendekatan ini, para individu diminta untuk
menaksir kedudukan kelas sosial mereka masing-masing. Klasifikasi keanggotaan
kelas sosial yang dihasilkan didasarkan pada persepsi partisipan terhadap
dirinya atau citra diri partisipan. Kelas sosial dianggap sebagai fenomena
“pribadi” yaitu fenomena yang menggambarkan rasa memiliki seseorang atau
identifikasi dengan orang lain. Rasa keanggotaan kelompok sosial ini sering
disebut kesadaran sosial.
2)
Ukuran Reputasi
Pendekatan
reputasi untuk mengukur kelas sosial memerlukan informan mengenai masyarakat
yang dipilih untuk membuat pertimbangan awal mengenai keanggotaan kelas sosial
orang lain dalam masyarakat.
3)
Ukuran Obyektif
Ukuran
obyektif terdiri dari berbagai variabel demografis atau sosioekonomis yang
dipilih mengenai individu yang sedang dipelajari. Ukuran obyektif kelas sosial
terbagi menjadi dua kategori pokok yaitu indeks variabel tunggal dan indeks
variabel gabungan.
4.1 Indeks Variabel Tunggal
Indeks
variabel tunggal hanya menggunakan satu variabel sosial ekonomi untuk menilai
keanggotaan kelas sosial. Beberapa variabel digunakan untuk tujuan sebagai
berikut.
1)
Pekerjaan, merupakan ukuran sosial yang diterima
secara luas dan mungkin merupakan ukuran kelas sosial terbaik yang dapat
didokumentasikan karena menggambarkan status yang berhubungan dengan pekerjaan.
2)
Pendidikan, tingkat pendidikan formal seseorang
merupakan perkiraan lain bagi kedudukan kelas sosial yang umum diterima.
Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin besar kemungkinan orang
tersebut memiliki penghasilan yang tinggi dan juga kedudukan yang dikagumi atau
dihormati.
3)
Penghasilan, yaitu perorangan atau keluarga merupakan
variabel sosial ekonomi lain yang sering digunakan untuk memperkirakan kedudukan
kelas sosial.
4)
Variabel Lain, yang digunakan sebagai sebuah indeks
kelas sosial adalah barang yang dimiliki. Skema yang paling terkenal dan
merupakan alat penilai yang paling rumit untuk mengevaluasi barang yang
dimiliki adalah skala status sosial chapin.
4.2 Indeks Variabel Gabungan
Indeks
gabungan secara sistematis menggabungkan sejumlah faktor sosial ekonomi untuk
membentuk satu ukuran kedudukan kelas sosial yang menyeluruh. Indeks ini sangat
menarik untuk diteliti karena dapat menggambarkan dengan lebih baik, kompleknya
kelas sosial dibandingkan indeks variabel tunggal.
Dua indeks
gabungan yang paling penting adalah.
1)
Indeks karakteristik status, ukuran gabungan kelas
sosial yang klasik adalah Warner’s Index of Status Characteristics (ISC). ISC
merupakan ukuran tertimbang dari berbagai variabel sosial ekonomi pekerjaan,
penghasilan (jumlah penghasilan), model rumah dan daerah tempat tinggal
(kualitas lingkungan).
2)
Skor status sosial ekonomi, sosioekonomic Status Score
(SES) menggabungkan tiga variabel pekerjaan, penghasilan keluarga dan tingkat
pendidikan. SES ini dikembangkan oleh United States Bureau of The Census.
5.
Apakah
Kelas Sosial Berubah
Kelas
sosial yang dimiliki oleh seseorang merupakan hasil kerja keras, dengan kerja
keras tentu kelas sosial akan meningat, namun untuk mempertahankannya pun butuh
perjuangan, bila tidak, maka kelas sosial yang sebelumnya dimiliki, akan
mengalami penurunan. Kelas sosial senantiasa akan berubah seiring dengan
prestasi seseorang dimasyarakat, untuk itu agar kelas sosial seseorang selalu
terjaga, maka ia perlu menjaganya dengan usaha yang keras.
6.
Pemasaran
Pada Segmen Pasar Berdasarkan Kelas Sosial
Untuk
mencapai hasil pemasaran yang optimal, kita pertama kali harus terlebih dahulu
melakukan segmentasi pasar atas produk yang akan kita jual. Segmentasi pasar
pada intinya membagi potensi pasar menjadi bagian-bagian tertentu; bisa
berdasar pembagian demografis, berdasar kelas ekonomi dan pendidikan ataupun
juga berdasar gaya hidup (psikografis).
Pembagian
segmen yang paling lazim dilakukan adalah berdasar kelas sosial ekonomi.
Sebagai misal, pembagian yang sering dilakukan adalah membagi lapisan pasar
menjadi empat kelas : misal kelas C (kelas ekonomi rendah), kelas B (menengah),
dan kelas AB (menengah atas) dan kelas A (golongan atas).
Sebagai
misal, produk kartu ponsel Esia yang murah meriah cenderung ditujukan untuk
golongan B dan golongan C. Sementara produk mobil mewah seperti BMW atau produk
tas Gucci ditujukan untuk segmen kelas atas.
Setelah
segmentasi atas produk telah ditetapkan, maka langkah berikutnya adalah
melakukan targeting atau membidik target market yang telah kita pilih dalam
analisa segmentasi pasar. Dalam hal ini tentu saja serangkaian program
pemasaran yang dilakukan harus pas dengan karakteristik pasar sasaran yang
hendak kita tuju. Sebagai misal produk-produk tas dan sepatu mewah seperti
dengan merk Gucci atau Louis Vuitton, maka mereka selalu memilih mal kelas atas
seperti Plaza Senayan dan Pacific Place untuk membuka outletnya; dan bukan di
mal kelas menengah seperti Plaza Jatinegara. Hal diatas dilakukan agar kegiatan
promosi peasaran yang dilakukan pas dan tepat sasaran dengan segmen pasar yang
ditujunya.
Selain
targeting, maka langkah berikutnya adalah melakukan positioning produk. Langkah
ini artinya adalah menciptpakan keunikan posisi produk dalam benak atau
persepsi pelanggan potensial yang akan dibidik. Mobil mewah BMW selalu
mencitrakan dan memposisikan dirinya sebagai kendaraan mewah nan elegan. Pada
sisi lain Esia selalu mencoba memposisikan dirinya sebegai produk rakyat
kebanyakan yang murah dan tersedia dimana-mana.
Positioning
yang pas ini menjadi sangat penting, sebab dengan begitu mereka bisa meraih
simpati dalam benak pelanggan. Dan selanjutnya hal ini bisa mendorong mereka
untuk melakukan pembelian produk yang ditawarkan.
BAB XII : PENGARUH INDIVIDU
1.
Pengaruh
Kelompok Refrensi
Kelompok
Referensi (Reference Group) atau Kelompok Rujukan atau Kelompok Acuan merupakan
sekelompok orang yang dianggap memiliki pengaruh evaluasi, aspirasi, bahkan
perilaku terhadap orang lain secara langsung ataupun tidak langsung, dan
dianggap sebagai pembandingan bagi seseorang dalam membentuk nilai dan sikap
umum/khusus atau pedoman khusus bagi perilaku.
Kelompok
referensi memberikan standar (norma atau nilai) yang dapat menjadi perspektif
penentu mengenai bagaimana seseorang berfikir atau berperilaku, dan kelompok
ini berguna sebagai referensi seseorang dalam pengambilan keputusan.
Menurut
Hawkins et al. (2007), terdapat tiga pengaruh kelompok referensi, yaitu.
1) Pengaruh
informasional (Informational influence) terjadi ketika seorang individu
menggunakan perilaku dan pendapat anggota KR sebagai sumbangan informasi yang
sangat berguna.
2) Pengaruh
normatif (normative influence), kadang-kadang merujuk pada pengaruh utilitarian
(utilitarian influence), terjadi ketika individu memenuhi ekspektasi kelompok
untuk mendapat reward langsung untuk menghindari sanksi.
3) Pengaruh
Identifikasi (Identification influence), juga disebut value-expressive
influence, terjadi ketika individu telah mengalami internalisasi nilai dan
norma grup.
Dan
terdapat tiga cara yang disampaikan oleh Engel et al. (1994), yaitu.
1) Pengaruh
Utilitarian (Normatif)
Pengaruh kelompok referensi dapat diekspresikan
melalui tekanan untuk tunduk pada norma kelompok; oleh karena itu lazim mengacu
pada pengaruh normatif. Contohnya, ketika seorang individu memenuhi harapan kelompok
untuk mendapatkan hadiah langsung atau menghindari hukuman.
2) Pengaruh
Nilai-ekspresif
Kelompok rujukan juga dapat melaksanakan fungsi
nilai-ekspresif, di mana suatu kebutuhan akan hubungan psikologis dengan suatu
kelompok tampak jelas dengan penerimaan norma, nilai, atau perilaku kelompok
tersebut dan respons penyesuaian diri dibuat, walaupun tidak ada motivasi untuk
menjadi seorang anggota. Sederhananya adalahketika seorang individu kelompok
menggunakan norma dan nilai-nilai dianggap sebagai panduan bagi sikap mereka
sendiri atau nilai-nilai.
3) Pengaruh
Informasi
Konsumen kerap menerima opini orang lain sewaktu
memberikan bukti yang dapat dipercaya dan dibutuhkan mengenai realitas.
Perilaku dan pendapat kelompok referensi digunakan sebagai berguna potongan
informasi yang berpotensi.
1.1 Jenis Kelompok Refrensi
Sumarwan
(2003) menggolongkan kelompok referensi berdasarkan posisi dan fungsinya.
1) Kelompok
Formal, yaitu kelompok yang memiliki struktur organisasi secara tertulis dan
keanggotaannya terdaftar secara resmi. Contohnya, Serikat Pekerja Indonesia,
Universitas dll.
2) Kelompok
Informal, yaitu kelompok yang tidak memiliki struktur organisasi secara
tertulis dan keanggotaannya tidak terdaftar secara resmi. Contohnya, kelompok
bermain futsal, kelompok arisan dll.
3) Kelompok
Aspirasi, yaitu kelompok yang memperlihatkan keinginan untuk mengikuti norma,
nilai, maupun perilaku dari orang lain yang dijadikan kelompok acuan. Anggota
kelompok aspirasi tidak harus menjadi anggota dalam kelompok referensinya, atau
antar anggota aspirasi tidak harus menjadi anggota kelompok referensinya dan
saling berkomunikasi. Contoh, anak-anak muda yang mengikuti gaya berpakaian
para selebriti Korea atau Amerika.
4) Kelompok
Disosiasi, yaitu seseorang atau kelompok yang berusaha menghindari asosiasi
dengan kelompok referensi.
2.
Pengaruh
Kata-kata
Perilaku
konsumsi kita adalah fungsi dari siapa kita sebagai individu. Pikiran,
perasaan, sikap, dan pola perilaku menentukan apa yang kita beli, ketika kita
membelinya, dan bagaimana kita menggunakannya. Konsumen motivasi. Tugas pemasar
adalah untuk mencari tahu apa kebutuhan dan keinginan konsumen memiliki, dan
apa yang memotivasi konsumen untuk membeli. Motivasi adalah drive yang memulai
semua perilaku konsumsi kita, dan konsumen memiliki motif ganda, atau tujuan.
Beberapa ini adalah terbuka, seperti haus fisiologis yang memotivasi konsumen
untuk membeli minuman ringan atau kebutuhan untuk membeli setelan jas baru
untuk wawancara. Motif lain yang lebih jelas, seperti kebutuhan siswa untuk
tote sebuah bookbag Kate Spade atau memakai Doc Martens untuk memperoleh
persetujuan sosial. Kebanyakan kegiatan konsumsi adalah hasil dari beberapa
motif yang beroperasi pada waktu yang sama. Para peneliti yang dilatih khusus
dalam mengungkap motif sering menggunakan teknik penelitian kualitatif di mana
konsumen didorong untuk mengungkapkan pikiran mereka (kognisi) dan perasaan
(mempengaruhi) melalui dialog menyelidik.
Fokus
kelompok dan wawancara mendalam memberikan konsumen kesempatan untuk
mendiskusikan produk dan mengungkapkan pendapat tentang kegiatan konsumsi.
Moderator terlatih atau pewawancara sering mampu memasuki motif prasadar yang
mungkin tidak terdeteksi.
Nilai adalah
tujuan hidup masyarakat luas yang melambangkan mode disukai berperilaku
(misalnya, independen, penuh kasih, jujur) atau akhir negara yang disukai
(misalnya, rasa keberhasilan, cinta dan kasih sayang, pengakuan sosial).
Konsumen membeli produk yang akan membantu mereka mencapai nilai yang
diinginkan, mereka melihat atribut produk sebagai alat untuk mencapai tujuan.
Memahami perspektif berarti dapat membantu posisi yang lebih baik pemasar
produk dan membuat lebih efektif dan kampanye iklan promosi. Konsumen memproses
informasi ini membantu konsumen Pendekatan pemrosesan informasi dalam memahami
perilaku konsumtif dengan berfokus pada urutan aktivitas mental yang digunakan
orang dalam menafsirkan dan mengintegrasikan lingkungan mereka.
BAB XII : PENGARUH KELUARGA DAN RUMAH TANGGA
1. Keluarga dan
studi tentang perilaku konsumen
Keluarga dapat pempengaruhi perilaku
Konsumen. Keluarga adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting
dalam masyarakat. Keputusan pembelian keluarga, tergantung pada produk, iklan
dan situasi. Seseorang umumnya berpartisipasi dalam kelompok selama
hidupnya-keluarga, klub, organisasi. Posisi seseorang dalam setiap kelompok
dapat diidentifikasikan dalam peran dan status. Setiap peran membawa status
yang mencerminkan penghargaan yang diberikan oleh masyarakat. Para anggota keluarga
dapat mempengaruhi dengan kuat terhadap perilaku membeli. Kita dapat membedakan
dua maaca keluarga dalam kehidupan pembeli. Pertama, keluarga sebagai sumber
orientasi yang terdiri dari orangtua. Kedua, keluarga sebagai sumber keturunan,
disani adanya hubungan yang saling mempengaruhi (suami-istri dan anak). Studi
tentang keluarga dan hubungan mereka dengan pembelian dan konsumsi adalah
penting, tetapi kerap diabaikan dalam analisis perilaku konsumen. Pentingnya
keluarga timbul karena dua alasan.
Pertama, banyak produk yang dibeli
oleh konsumen ganda yang bertindak sebagai unit keluarga. Rumah adalah contoh
produk yang dibeli oleh kedua pasangan, barangkali dengan melibatkan anak,
kakek-nenek, atau anggota lain dari keluarga besar. Mobil biasanya dibeli oleh
keluarga, dengan kedua pasangan dan kerap anak remaja mereka
terlibat dalam pelbagai tahap keputusan. Bentuk favorit dari kegiatan waktu
senggang bagi banyak keluarga adalah berkunjung ke pusat perbelanjaan setempat.
Kunjungan tersebut kerap melibatkan banyak anggota keluarga yang membeli
pelbagai barang rumah tangga, busana, dan barangkali bahan makanan. Perjalanan
tersebut mungkin pula melibatkan semua anggota dalam memutuskan di restoran
fast-food mana untuk membelanjakan pendapatan keluarga yang dapat digunakan.
Kedua, bahkan ketika pembelian
dibuat oleh individu, keputusan pembelian individu bersangkutan mungkin sangat
dipengaruhi oleh anggota lain.dalam keluarganya. Anak-anak mungkin membeli
pakaian yang dibiayai dan disetujui oleh orang tua. Pengaruh seorang remaja
mungkin pula besar sekali pada pembelian pakaian orangtua. Pasangan hidup dan
saudara kandung bersaing satu sama lain dalam keputusan tentang bagaimana
pendapatan keluarga akan dialoksikan untuk keinginan individual mereka. Orang
yang bertanggung jawab untuk pembelian dan persiapan makanan keluarga mungkin
bertindak sebagai individu di pasar swlayan, tetapi dipengaruhi oleh preferensi
dan kekuasaan anggota lain dalam keluarga. Konsumen tersebut mungkin menyukai
makanan dan kegiatan waktu senggang yang sama, dan mengemudikan merek mobil
yang sama dengan anggota yang lain dalam keluarga. Pengaruh keluarga dalam
keputusan konsumen benar-benar meresap.
Studi tentang keputusan keluarga
sebagai konsumen kurang lazim dibandingkan studi tentang individu sebagai
konsumen. Alasan untuk pengabaian dalam studi pembelian keluarga adalah
kesulitan dalam mempelajari tentang keluarga sebagai organisasi. Survey dan
metodologi penelitian pemasaran lain lebih mudah dijalankan untuk individu
daripada untuk keluarga. Pemberian kuesioner kepada seluruh keluarga
membutuhkan akses ke semua anggota pada waktu yang lebih kurang sama, dengan
menggunakan bahasa yang mempunyai makna sama bagi semua anggota keluarga, dan
menafsirkan hasil ketika anggota dari keluarga yang sama melaporkan opini yang
bertentangan mengenai apa yang dibeli oleh keluarga atau pengaruh relative
dalam keputusan tersebut.
2. Penentu Keputusan Pembelian Pada
Suatu Keluarga
Keluarga memiliki pendapatan
rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan dengan rumah tangga karena jumlah yang
lebih banyak dari individu yang bekerja di dalam keluarga. Untuk keluarga
maupun rumah tangga, keempat variabel structural yang paling memberi dampak
pada keputusan pembelian dan yang demikian paling menarik bagi pemasar adalah
usia kepala rumah tangga atau keluarga, ststus perkawinan, kehadiran anak, dan
ststus pekerjaan.
Keluarga adalah sama dengan
perusahaan; keluarga adalah organisasi yang terbentuk untuk mencapai fungsi
tertentu yanmg lebih efektif dibandingkan individu yang hidup sendiri. Fungsi
yang paling jelas bahwa dua oramg dapat mencapai lebih baik daripada satu orang
adalah mempunyai anak. Walaupun analisis konsumen mungkin tidak mempunyai opini
mengenai apakah keluarga harus mempunyai anak atau tidak. Konsekuensi ekonomi
dengan hadirnya anak menciptakan struktur permintaan akan pakaian, makana,
perbot, rumah, perawatan kesehatan, pendidikan dan produk.lain. anak di dalam
keluarga dapat menyebabkan menurunnya permintaan akan produk lain, seperti
perjalanan, restoran, pakaian orang dewasa, dan banyak barang yang bebas pilih.
3. Family Life Cycle (FLC)
Konsep family life
cycle merupakan alat untuk menggambarkan serangkaian tahap perkembangan
kebanyakan keluarga. Untuk menggambarkan realitas berbagai macam tatanan
keluarga dan gaya hidup sekaranag maka konsep family life cycle dapat dibagi
dua yaitu.
1)
Rumah
tangga keluarga terdiri dari, pasangan yang tidak punya anak, pasangan yang
terlambat menikah, orang tua tunggal dan keluarga diperluas.
2)
Rumah
tangga bukan keluarga yaitu pasangan tidak menikah, pasangan bercerai tanpa
anak, orang lajang, dan janda atau duda yang sudah tua.
Tahap-tahap Family
Life Cycle Alternatif
1)
Masa
lajang, orang muda lajang hidup terpisah dari orang tua.
2)
Pasangan
yang berbulan madu.
3)
Orang
tua, mempunyai satu anak dan tinggal serumah.
4)
Pasca
orang tua, suami istri yang sudah tua, anak-anak tidak tinggal serumah.
Disolusi, seorang suami atau istri yang masih hidup.
Disolusi, seorang suami atau istri yang masih hidup.
4. Perubahan Struktur Keluarga dan
Rumah Tangga
Memahami perubahan
struktur keluarga dan pengaruhnya terhadap pengambilan keputusan sebagai
konsumen. Keputusan membeli dalam keluarga di pengaruhi oleh keadaan sudah
menikah atau belum, ukuran jumlah anggota keluarga, hal tersebut mempengaruhi
jumlah belanjaan yang akan dibeli maupun budget yang akan di siapkan untuk
mengambil keputusan dalam hal membeli suatu barang. Banyak dari mereka
benar-benar menghitung jumlah pengeluaran mereka sesuai dengan keadaan yang
mereka hadapi dalam keluarga mereka sehari-hari, mana yang sekiranya menjadi
keputusan yang utama mana yang belum menjadi prioritas saat itu.
5. Metode Riset Untuk Mengetahui
Pengambilan Keputusan Oleh Keluarga
Metode
yang digunakan untuk bermusyawarah antar keluarga dengan menggunakan bahasa
yang mempunyai makna yang sama bagi semua anggota keluarga, dan dapat
memberikan hasil ketika anggota keluarga yang sama mengeluarkan pendapat
yang bertentangan mengenai apa yangdituju oleh keluarga atau pengaruh
relative dalam keputusan tersebut.
BAB XIV : PENGARUH SITUASI
1.
Tipe-tipe
Situasi Konsumen
Secara
garis besar jenis/tipe situasi konsumen dibagi menjadi 3 sesuai dengan waktu
kegunaannya yaitu.
1) Situasi
Komunikasi
Situasi Komunikasi adalah suasana
atau lingkungan dimana konsumen memperoleh informasi atau melakukan komunikasi.
Komunikasi yg dilakukan bisa bersifat pribadi atau nonpribadi Konsumen mungkin
memperoleh informasi melalui.
a. Komunikasi
Lisan dengan teman, kerabat, tenaga penjual, atau wiraniaga.
b. Komunikasi
non pribadi, seperti iklan TV, radio, internet, koran, majalah, poster, billboard,
brosur, leaflet dsb.
c. Informasi
diperoleh langsung dari toko melalui promosi.
2) Situasi
Pembelian
Situasi Pembelian adalah lingkungan atau suasana
yang dialami/dihadapi konsumen ketika membeli produk dan jasa. Situasi pembelian
akan mempengaruhi pembelian.
Misal: Ketika Konsumen berada di bandara, ia mungkin
akan bersedia membayar sekaleng Coke berapa saja harganya ketika haus.
Sebaliknya, jika ia berbelanja Coke di swalayan dan mendapatkan harganya
relatif lebih mahal, ia mungkin sangat sensitif terhadap harga. Konsumen tsb
mungkin akan menunda pembelian Coke dan mencari di tempat lain.
3) Situasi
Pemakaian
Situasi Pemakaian Misal: Konsumen Muslim
sering memakai kopiah dan pakaian takwa pada saat sholat atau pada acara
keagamaan. Kebaya akan dipakai kaum wanita pada acara pernikahan atau acara
resmi lainya, dan jarang digunakan untuk pergi bekerja. Para Produsen sering
menggunakan konsep situasi pemakaian dalam memasarkan produknya, produk sering
diposisikan sebagai produk untuk digunakan pada situasi pemakaian tertentu.
Misalnya, ada pakaian resmi untuk ke pesta, pakaian olahraga, pakaian untuk kerja,
pakaian untuk santai dan berolahraga.
Tahap-tahap
proses pembelian, yaitu.
1) Pengenalan
Masalah
Proses membeli diawali saat pembeli menyadari adanya
masalah kebutuhan. Pembeli menyadari terdapat perbedaan antara kondisi
sesungguhnya dengan kondisi yang diinginkannya. Kebutuhan ini dapat disebabkan
oleh rangsangan eksternal ataupun internal.
2) Pencarian
Informasi
Proses mencari informasi secara aktif dimana
konsumen mencari bahan-bahan bacaan, menelpon teman-temannya, dan melakukan
kegiatan mencari-cari untuk mengetahui tentang suatu barang dan jasa. Secara
umum, konsumen menerima informasi terbanyak dari suatu produk dari
sumber-sumber komersial, yaitu sumber-sumber yang didominasi oleh para pemasar.
Pada sisi lain, informasi yang paling efektif justru berasal dari sumber-sumber
pribadi.
3) Evaluasi
Alternatif
Kebanyakan model dari proses evaluasi konsumen
sekarang bersifat kognitif, yaitu mereka memandang konsumen sebagai pembentuk
penilaian terhadap produk terutama berdasarkan pada pertimbangan yang rasional.
4) Keputusan
Pembelian
Faktor yang akan mempengaruhi keputusan pembalian
adalah sikap orang lain (sejauh mana sikap orang lain akan mengurangi
alternatif pilihan seseorang), tujuan pembelian, persepsi seseorang terhadap
barang dan jasa, dan faktor sosial serta budaya.
5) Perilaku
Pasca Pembelian
Setelah pembelian suatu produk, konsumen akan
mengalami beberapa tingkat kepuasan atau ketidakpuasan. Jika konsumen marasa
puas maka ia akan memperlihatkan kemungkinan yang lebih tinggi untuk membeli
produk itu kembali. Namun, apabila konsumen tidak puas maka ia akan mengurangi
ketidakcocokkannya dengan meninggalkan atau mengembalikanproduk tersebut atau
mereka mungkin akan mencari informasi yang mungkin mengkonfirmasikan produk tersebut
menjadi bernilai tinggi.
2.
Interaksi
Individu Dengan Situasi
Memahami
serta menganalisis pengaruh situasi dalam proses pembelian barang , banyak dan
konsumen yang di pengaruhi oleh variasi dari situasi lain yang sesuai dengan
keadaan mereka saat itu.
3.
Pengaruh
Situasi Tak Terduga
Bagaimana seseorang
mengerti akan potensi dari pengaruh situasi yang tak terduga yang dapat merusak
keakuratan ramalan yang didasarkan pada maksud pembelian , yang tadinya dia
tidak mau embeli barang tapi karena suatu hal jadi membeli barang tersebut.Sumber :